PAJAGAN - Kepala Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu Rohaetin berencana untuk membangun rumah bagi keluarga Rasdi (64) yang kini tinggal di sebuah gubuk di atas tanah proyek Jalan Lingkar Utara Jatigede. Pembangunan rumah sederhana dengan anggaran tahun 2021 melalui Program Rumah Sehat.  Keadaan rumahnya (gubuk) tidak layak huni. Namun, dalam hal ini saya selaku Kepala Desa Pajagaan sudah berencana untuk membangun rumah, walaupun sederhana dengan anggaran tahun 2021, rencananya melalui Program Rumah Sehat," kata Kades Pajagan Rohaetin, Kamis (5/11/2020).

Menurutnya, keluarga Rasdi merupakan warga Desa Pajagan dan kondisinyai sangat memprihatinkan karena harus tinggal di gubuk dan selalu berpindah-pindah tempat. Selama ini pihaknya berupaya membantu memenuhi kebutuhan rumah tinggal keluarga Rasdi, karena diketahui keluarga tersebut selalu berpindah-pindah tempat tinggal. “Sebelumnya pernah tinggal di Cilopang, terus di Cigintung juga. Kalau mereka ingin menetap di Pajagan pasti akan kami bantu untuk kebutuhan rumahnya," katanya.

Sementara terkait anaknya yang mengidap penyakit TBC, selama ini sudah diperhatikan pihak desa dengan cara dibawa ke rumah sakit, sehingga kondisinya saat ini sudah mulai membaik. "Kami rutin setiap satu bulan satu kali, mengontrol kesehatan anaknya ke rumahnya. Itu anaknya mengidap TBC, alhamdulillah sudah pulih," kata Rohaetin.

Rasdi (64) tinggal bersama istrinya Imik (67) serta anak satu-satunya bernama Yana Karyana (29).  Rasdi kondisi kedua matanya rabun, tidak bisa melihat dengan jelas sejak lahir, sedangkam Yana mengidap penyakit Tuberculosis (TBC) hingga kondisi badannya semakin kurus.   Mereka kini tinggal di gubuk berukuran 5x8 meter yang dibangun di atas tanah proyek Jalan Lingkar Utara Jatigede. Dindingnya terbuat dari bilik dan terpal yang sudah banyak bolong di sana sini, sementara lantainya masih tanah. Lebih memprihatinkan lagi, di gubuk tersebut tidak ada aliran listrik. "Kalau malam ya pakai lilin," kata Imik.

Hanya ada beberapa perabot dapur yang kondisinya juga sudah usang, untuk masak pun masih memakai tungku, karena keluarga tersebut tidak punya kompor gas. "Kalau masak pakai kayu bakar, harus nyari dulu," ujarnya.

Mereka sudah 4 tahun tinggal di gubuk tersebut. Selama ini, kata Imik, mereka berpindah-pindah tempat tinggal karena keterbatasan ekonomi. "Tidak punya tanah sendiri, jadi pindah-pindah," katanya

Sebelum menempati gubuk ini, mereka mengaku sudah 10 kali berpindah tempat tinggal karena selama hidupnya. Mereka kerap tinggal di gubuk yang dibangun diatas tanah desa, maupun warga, sehingga saat tanahnya akan digunakan, mereka terpaksa harus pindah. “Kami tidak punya tanah pribadi, kalau punya, pasti sudah tinggal menetap disini (Pajagan), gak bakal pindah-pindah lagi. Ini tanah nganggur milik proyek," katanya.

Setiap harinya hanya bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Di tambah lagi mereka juga harus merawat anaknya yang mengidap penyakit TBC sejak dua tahun lalu. "Kalau bantuan paling BLT Dan Desa yang Rp 600 ribu, sudah dapat Rp 1,8 juta, kalau bantuan rumah belum pernah. Saya ingin punya rumah dan tanah sendiri," katanya. (agn)

(penerbit: sumedangkab.go.id)