SUMEDANGKAB.GO.ID, JATIGEDE - Wilayah Jatigede potensial untuk pengembangan kedelai, namun demikian rata-rata petani di wilayah Jatigede lebih memilih menanam komoditas lain seperti padi, tembakau dan palawija. Alasannya, secara produktivitas dan pendapatan paska panen jauh lebih baik di banding kedelai.

"Memang awal Maret-Juni, biasanya berbarengan dengan menanam tanaman tembakau. Jadi petani ya harus memilih, diantara kedua komoditas itu. Tapi kebanyakan petani memilih (menanam) tembakau. Atas dasar hitungan pendapatan dari hasil panen tembakau sangat menguntungkan," kata

Kepala UPTD Pertanian dan Ketahanan Pangan Kecamatan Jatigede, Cahyadi, Jumat (22/1/2021).

Selain itu, daerah kawasan Desa Kadu, Lebaksiuh dan Cintajaya, lahan pertaniannya kini malah ditanami mangga gedong gincu. Sehingga petani kehilangan minat menanam kedelai.

Di Desa Karedok, minat petani untuk menanam kedelai juga berkurang karena biaya produksi tidak sebanding dengan harga hasil panen. Sehingga petani Karedok enggan menanam kedelai dan memilih untuk menanam padi selama tiga musim dalam setahun.

"Dari data kami harga kedelai paska panen hanya tembus Rp. 3.000 sampai Rp. 5.000/kg. Walaupun produktivitas per hektar lahan bisa panen hingga 2 ton kedelai, tapi tetap tidak mendongkrak pendapatan petani. Dan petani juga menilai pemasaran kedelai juga susah," katanya.

Sebelumnya, kata dia, Dinas Pertanian telah melakukan upaya dalam proses pengembangan kedelai. Diantaranya melakukan kerjasama dengan forum pengusaha Sumedang agar bisa bekerjasama dengan para petani untuk menampung hasil panen kedelai.

Namun pihak pengusaha mengajukan beberapa persyaratan terhadap petani, seperti produktivitas kedelai harus skala banyak. Selanjutnya, kontinyuitas ketersedian kedelai harus selalu tersedia dan syarat terakhir, kedelai harus berkualitas tinggi. Dari persyaratan itu memang sulit direalisasikan oleh petani. Karena produksi kedelai tidak kontinyu dan produktifitas juga belum bisa dalam skala banyak.***(agn)

(penerbit: sumedangkab.go.id)