Penulis : Pupuh S Wijaya | Editor : Deddi Rustandi

RANCAKALONG - Ngalaksa dan Seni Tarawangsa, tradisi Rancakalong ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).  Pengakuan WBTB secara simbolis ditandai dengan penyerahan Sertifikat oleh Pj. Bupati Sumedang Yudia Ramli kepada Camat Rancakalong Cecep Supriatna dan para pelaku seni Tarawangsa dalam acara pembukaan Upacara Adat Ngalaksa di Desa Wisata Rancakalong, Selasa (2/7/2024).

Ritual adat dan budaya Ngalaksa ini digelar siang dan malam selama sepekan tanpa terputus. Ritual adat ini sudah ratusan tahun digelar. Ritual adat penghormatan warga setempat kepada dewi sri perlambang padi ini merupakan bagian dari rangkaian festival budaya masyarakat agraris Jawa Barat.   Selama seminggu itu lima rurukan (keturunan, Red) di Rancakalong mulai dari Pasir Biru, Legok Picung, Cijere, Cibunar dan Rancakalong mengelar kebiasaan turun temurun ini.

Adat ritual yang tetap dipertahankan ini adalah ngalaksa.  Ngalaksa, merupakan upacara membuat suatu makanan dari tepung padi (laksa) dengan bumbu garam, kelapa, kapur sirih yang diaduk dan dibungkus daun congkok lalu direbus memakai air daun combrang.  Saat pengolahan menjadi makanan itu digelar juga kesenian jentreng dan ngekngek atau lebih dikenal dengan Tarawangsa. Saat tarawangsa mengalukan bunyi mistis yang walaupun hanya instrumen bunyi kecapi khas berbunyi jentreng dan sebuah rebab yang bunyinya ngek tapi penari yang mengikuti irama itu seperti tersihir.

 

Pj. Bupati Sumedang Yudia mengatakan, Ngalaksa dan Tarawangsa sebagai WBTB merupakan langkah penting dalam melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya nusantara. "Upacara adat seperti Ngalaksa dan Seni Tarawangsa merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya bangsa kita. Ini warisan budaya yang tidak hanya diakui masyarakatnya, tetapi juga diakui oleh Pemerintah, bahkan dunia," ujarnya.

Ia juga mengapresiasi para pelaku seni Tarawangsa yang akan tampil di negara Jerman dan Denmark. Melalui pengakuan dunia ini, lanjut Yudia, diharapkan generasi mendatang dapat merawat dan menjaga warisan budaya yang telah turun-temurun ini. "Diharapkan hal ini dapat memberikan dorongan bagi warga masyarakat Rancakalong untuk terus melestarikan tradisi adat mereka dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Sumedang," tuturnya.

Kabid Kebudayaan Disparbudpora Budi Akbar merasa bersyukur karena beberapa budaya asli Sumedang sudah ditetapkan dan lolos menjadi warisan budaya Indonesia, dua diantaranya Upacara Adat Ngalaksa dan Seni Tarawangsa.  Menurutnya, proses penetapan WBTB tidaklah mudah karena harus melewati beberapa tahapan sidang, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat nasional dengan mendatangkan maestro. "Alhamdulillah, di Sumedang Tahun 2013 paling banyak warisan budaya yang lolos ke tingkat nasional. Oleh karena itu, apresiasi warisan budaya nasional dan dunia dilaksanakan di Sumedang dalam gelaran wayang golek di PPS. Mudah-mudahan selangkah lagi menjadi warisan budaya dunia," ujarnya.

Dikatakan Budi, warisan budaya di Sumedang sampai saat ini masih lestari karena setiap tahun warisan budaya yang lolos tingkat nasional dievaluasi oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kememdikbudristek. "Warisan budaya yang sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda selalu ada evaluasi. Jika suatu saat dilakukan evaluasi terjadi kevakuman atau tidak lestari, maka apa yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Indonesia sewaktu-waktu bisa dicabut," jelasnya.

Budi juga mengatakan, bahwa penetapan Warisan Budaya bukan hanya melestarikan dan menjaga, tetapi juga sebagai perlindungan agar tidak diakui atau diklaim oleh negara-negara lain. "Ada beberapa warisan budaya asli Indonesia yang diakui oleh negara lain. Mudah-mudahan ke depan perlindungan warisan budaya ini menjadi perhatian pemerintah," katanya. [*]

(penerbit: sumedangkab.go.id)