
Penulis : Pupuh S Wijaya | Editor : Deddi Rustandi
CISARUA - Tradisi syukuran Hajat lembur dan bubur sura sampai saat ini masih dilestarikan sebagian masyarakat Indonesia khususnya di Jawa Barat. Seperti yang dilaksanakan warga Dusun Cibalamoha Desa Cisarua Kecamatan Cisarua, malam Jumat (18/8/2022). Untuk memasak bubur suro, prosesnya sejak pagi hingga beberapa jam dengan cara gotong royong oleh warga, terutama ibu-ibu. Bahan baku yang dimasak adalah beras, kacang tanah, santan direbus dan diaduk secara terus menerus hingga tercampur rata.
Bupati Dony Ahmad Munir ikut membuat dan mengaduk bubur sura bersama warga Cibalamoha. Bupati mengapresiasi warga Cibalamoha yang sampai saat ini masih terus melestarikan tradisi hajat lembur dan bubur sura. Menurutnya, tradisi seperti ini merupakan bagian dari pondasi dalam upaya membangun Sumedang dalam mewujudkan visi dan misi Sumedang Simpati. "Kita punya kewajiban melestarikan nilai nilai budaya lama yang baik dan menggali nilai nilai budaya baru yang lebih baik," katanya.
Tradisi ini sarat akan nilai nilai luhur seperti kegotong royongan, guyub, saling menolong yang sangat relevan dengan nilai nilai puseur budaya sunda. Kaitan hal itu, bupati meminta kepada warga masyaralat Cibalamoha untuk menjaga nilai nilai tersebut sebagai modal utama pembangunan. "Saya lihat warga disini guyub, gotong royong. Kalau masyarakat kompak apa yang kita inginkan bisa terwujud. Pertahankan kekompakan supaya Cisarua bisa maju," ujarnya
Warga setempat terus menjaga tradisi tersebut agar tidak hilang. Sebab budaya ini penuh makna dan mengandung filosofi baik. Antara lain mempererat silaturahmi, mendoakan alam dan seisinya, khususnya untuk keselamatan dan kesejahteraan warga.
Camat Cisarua Eneng Yulia mengatakan, bubur sura ini dibuat secara gotong royong dan swadaya oleh masyarakat, baik biaya maupun proses pembuatannya. Sajian ini, kata Eneng, sudah menjadi tradisi masyarakat setempat setiap kali memasuki perayaan tahun baru Islam dan hasilnya, akan dibagikan kepada masyarakat. "Masyarakat bergotong-royong membuat bubur suro lalu di doakan dan dimakan bersama. Ini dilakukan untuk melestarikan warisan leluhur sekaligus wujud syukur kepada yang maha kuasa," katanya. [*]
(penerbit: sumedangkab.go.id)