SUMEDANGKAB.GO.ID, TANJUNGKERTA – Santri yang bermain bola api di Pesantren Al-Hikamussalafiyyah disebutkan tidak mempunya ilmu tersendiri ketika menendang bola api. Meski bola api tersebut sangat merah membara. Koordinator pertandingan, Muhammad Ridwan, mengatakan ada teknis tersendiri ketika menendang bola api yaitu menggunakan telapak kaki bukan punggung kaki. Dengan begitu, api tidak akan terlalu panas terasa.

Ridwan menjelaskan, dalam pelaksanaannya, seluruh santri yang mau ikutan dibagi menjadi beberapa regu. Tiap regunya lima orang. Permainan berjalan seperti sepak bola pada umumnya, yang beda itu hanya bolanya saja. Yang ini memakai bola api yang menyala. Durasi waktu satu pertandingan pun hanya sepuluh menit. Pemenang dalam permainan ini ditentukan lewat gol yang dihasilkan.

Sebelum pertandingan, seluruh peserta berdiri mengelilingi lapangan. Mereka bersama-sama melafalkan doa keselamatan. Santri yang tidak ikut bermain berdiri menjadi pagar. Agar bola tidak keluar lapangan.

“Tidak ada ilmu kebal atau sejenisnya yang harus dikuasai para santri. Mereka bermain bola api secara alamiah. Meski cukup berbahaya, para santri tampak sangat menikmati permainan. Mereka tidak henti-hentinya bersorak kegirangan. Dengan kaki telanjang mereka tangkas memainkan bola api dari kaki ke kaki,” kata Ridwan..

Walaupun terbilang berbahaya, permainan sepak bola api penuh dengan pesan moral. Keberanian dan keyakinan merupakan hal pertama yang harus dimiliki seseorang untuk ikut dalam permainan ini, tanpa hal tersebut tidak mungkin seseorang akan terlibat. Seperti sepak bola ada umumnya permainan ini juga menjunjung sportivitas dan kebersamaan.

Dengan tingkat cedera yang lebih tinggi dari olahraga biasa, pemain dituntut untuk berkompetisi dengan tetap memperhatikan keselamatan lawan maupun teman satu timnya dengan kadar yang lebih dari permainan bola biasa. Kemenangan bukanlah satu-satunya yang dikejar dalam permainan ini, tutur Ridwan.*** (nsa)

(penerbit: sumedangkab.go.id)